0
Hipersensitivitas atau yang biasa kita sebut alergi adalah, peningkatan sensitivitas terhadap antigen yang sebelumnya pernah terpajan sebagai suatu respon imun yang berlebihan. Sering sekali kita jumpai orang-orang disekitar kita yang memiliki alergi, misalnya alergi terhadap debu. Dari reaksi tersebut maka akan menghasilkan efek gatal-gatal pada tubuh kita. Nah, hipersensitivitas ini dibagi kedalam berbagai tipe yang akan kita bahas satu-persatu.

Hipersensitivitas Tipe I
Hipersensitivitas tipe I atau disebut juga dengan reaksi cepat, reaksi alergi atau reaksi anafilaksis ini merupakan respon jaringan yang terjadi akibat adanya ikatan silang antara alergen dan IgE. Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan bronkopulmonasi, dan saluran gastrointestinal. Reaksi ini dapat menimbulkan gejala yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil hingga kematianWaktu reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah terpapar antigen, namun terkadang juga dapat mengalami keterlambatan awal hingga 10-12 jam.
Berikut mekanisme umum dari reaksi tersebut :
 IgG dan IgM berikatan dengan antigen di permukaan sel lalu terjadi fagositosis sel target atau lisis sel target oleh komplemen, ADCC (antibody dependent cellular cytotoxicity) yang akan menimbulkan pengeluaran mediator kimiawi yaitu histamin dan sel mast. Pada akhirnya, timbul manifestasi (anemia hemolitik autoimun, eritoblastosis fetalis, sindrom Good Pasture atau pemvigus vulgaris), anafilaksis, urtikaria, asma bronchial, atau dermatitis.
Hipersensitivitas Tipe II
Hipersensitivitas tipe II disebabkan oleh antibodi yang berupa Imunoglobulin G (IgG) dan Imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan matriks ekstraseluler. Reaksi ini dapat disebut juga sebagai reaksi sitotoksik atua reaksi sitolitik. Kerusakan yang ditimbulkan akan terbatas atau spesifik pada sel atau jaringan yang secara langsung berhubungan dengan antigen tersebut. Pada umumnya, antibodi yang langsung berinteraksi dengan antigen permukaan sel akan bersifat patogenik dan menimbulkan kerusakan pada target sel. Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen atau reaksi silang yang berkaitan dengan antibodi sel, sehingga dapat pula menimbulkan kerusakan jaringan 
Mekanisme singkat dari reaksi hipersensitivitas tipe II adalah sebagai berikut :
IgG dan IgM berikatan dengan antigen di permukaan sel, akan terjadi fagositosis sel target atau lisis sel target oleh komplemen, ADCC (antibody dependent cellular cytotoxicity) dan akan mengeluarkan mediator kimiawi. Sehingga manifestasi yang timbul adalah anemia hemolitik autoimun, eritoblastosis fetalis, sindrom Good Pasture atau pemvigus vulgaris.
Hipersensitivitas Tipe III
Hipersensitivitas tipe II merupakan hipersensitivits kompleks imun. Hal ini disebabkan adanya pengendapan kompleks antigen-antibodi yang kecil dan terlarut dalam jaringan. Hal ini ditandai dengan timbulnya inflamasi atau peradangan. Pada kondisi normal, komleks antigen-antibodi yang diproduksi dalam jumlah besar dan seimbang akan dibersihkan dengan adanya fagosit. Namun terkadang kehadiran bakteri, virus, lingkungan atau antigen seperti spora fungi, bahan sayuran, dan hewan yang persisten akan membuat tubuh secara otomatis memproduksi antibodi terhadap senyawa asing tersebut, sehingga terjadi pengendapan kompleks antigen-antibodi secara terus menerus. Pengendapan antigen-antibodi tersebut akan menyebar pada membran sekresi aktif dan didalam saluran kecil, sehingga dapat mempengaruhi beberapa organ seperti kulit, ginjal, paru-paru, sendi, atau dalam bagian koroid pleksus otak.
Secara umum, mekanisme reaksi tipe III ini adalah :
Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang sulit difagosit mengakibatkan aktifnya komplemen dan menarik perhatian Neutrofil, lalu akan terjadi pelepasan enzim lisosom dan pengeluaran mediator kimiawi. Hingga akhirnya timbul manifestasi, seperti reaksi Arthus, serum sickness, LES, AR, Glomerulonefritis, dan penumonitis.
Hipersensitivitas Tipe IV
Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang diperantarai sel atau tipe lambat (delay-tipe). Reaksi ini terjadi karena aktivitas perusakan jaringan oleh sel T dan makrofag. Dalam reaksi ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk aktivasi dan diferensiasi sel T, sekresi sitokin dan kemokin, serta akumulasi makrofag dan leukosit lain pada daerah yang terkena paparan. Beberapa contoh umum dari hipersensitivitas tipe IV adalah hipersensitivitas pneumonitis, hipersensitivitas kontak (kontak dermatitis), dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat kronis. Reaksi ini dibedakan menjadi beberapa reaksi, seperti Tuberkulin, reaksi inflamasi granulosa, dan reaksi penolakan transplant.
Mekanisme reaksi ini secara umum adalah sebagai berikut :
Limfosit T tersensitasi dan terjadi pelepasan sitokin dan mediator lainnya atau sitotoksik yang diperantarai oleh sel T langsung. Manifestasi yang akan ditimbulkan adalah tuberkulosis, dermatitis kontak, dan reaksi penolakan transplant.

Secara singkat, maka akan kita gambarkan keempat tipe tersebut seperti gambar disamping:

Posting Komentar

Dear readers, after reading the Content please ask for advice and to provide constructive feedback Please Write Relevant Comment with Polite Language.Your comments inspired me to continue blogging. Your opinion much more valuable to me. Thank you.